NEGARA HUKUM ?

HAN

Secara eksplesit ditetapkan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 pasca amandemen yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat) dan bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka (machtsaat), ini bearti setia tindak tanduk penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah harus sesuai dan berdasarkan pada hukum yang berlaku. Namun pada prakteknya lebih dari separoh pejabat negara atau penyelenggara pemerintahan di Republik Indonesia tidak peduli dengan hukum, mereka bagaikan kesetanan dan mata gelap telah merampok uang negara, puluhan, bahkan milyaran rupiah dengan cara menyalahgunakan jabatan atau kewenangan yang diberikan undang-undang. Mereka sebagai administrator publik mengumpulkan harta kekayaan untuk keluarga, anak dan cucunya dengan berbagai modus yang canggih baik melalui tindakan korupsi, pengelembungan dana proyek, penggelapan uang ajak, penciptaan dana fiktif yang berimplikasi buruk bagi kehidupan bangsa, masyarakat dan negara serta wibawa Indonesia di forum internasional.

Masyarakat semakin kecewa karena hukum sulit ditegakan, padahal yang penting bagi rakyat adalah bagaimana hukum diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bukan yang tertulis dalam undang-undang, benar bagi pemikir hukum realis pragmatis yang terpenting adalah perhatian pada penerapan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, jadi bagaimana hukum diterapkan dalam kenyataan. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dijalankan, hukum bukan apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan melainkan apa yang dijalankan oleh aparatur hukum.

Para pencoleng uang negara, tidak pernah merenungkan akibat ulah perbuatan mereka terhadap bangsa ini, dengan kasat mata kita saksikan saat ini dampak buruk tidak tengaknya hukum dan keadilan di negeri ini, semakin panjangnya jarak antara si kaya dan si miskin, hancurnya lingkungan hidup Indonesia akibat illegal logging dan illegal fishing, usaha penambangan yang mengabaikan hukum (illegal mining), bahkan begitu banyaknya anak Indonesia mendirita gizi buruk, putus sekolah, proyek jalan/jembatan serta fasilitas umum lainnya yang baru saja diresmikan tetapi sebulan kemudian sudah rusak parah. Para investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia, mereka memilih negara lain, lebih baik, lebih nyaman dan lebih berkepastian hukum sebagai tempat menanamkan modalnya. Berbagai kasus yang masih segar dalam ingatan kita akibat tidak tegaknya hukum, kasus Bank Century, kasus Susno Duaji yang membokar penggelapan pajak Gayus, kasus korupsi proyek simulator sim yang menyeret Irjen Djoko Susilo, belum lagi kasus dinasti sang gubernur Ratu Atut Chosiyah dan masih banyak kasus-kasus lain yang merugikan keuangan negara dan sudah pasti berdampak kepada kehidupan masyarakat. Masyarakat menunggu serta mengharapkan adanya penegarakan hukum yang objektif, adil dan tanpa diskriminatif.

Belajar dari kasus-kasus masa lalu menunjukan betapa pejabat publik di negeri ini tidak pernah bertekad mengelola kehidupan negara agar lebih maju atau memperbaiki nasib bangsa yang sedang terpuruk, malah yang dilakukan sebaliknya dengan jabatan yang disangdangnya ia berupaya keras mengumpulkan harta kekayaan dengan cara mengambil uang negara, ini mereka lakukan mumpung menjadi pejabat sebab kesempatan menjadi pejabat memang jarang datang dua kali dan kesempatan itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkaya diri dan keluarganya. Inilah negara yang kita sebut negeri antah berantah. Negara hukum yang carut marut, negara tak bertuan dengan sejuta mafia bebas beroperasi, merampok uang negara, menindas kaum yang lemah, menginjak-injak hukum dan keadilan. Meraka meras tidak perlu menghormati, mematuhi hukum di negeri ini karena pendahulu mereka juga melakukan hal yang sama. Disini jelas hakikat negara hukum diabaikan sama sekali dan mereka melakukan apa saja yang mereka mau demi keuntungan pribadi, keluarga, kelompok dan golongannya.

Hukum administrasi negara yang mengatur kepentingan umum, dimana bertanggung jawab menyelenggarakan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat banyak diabaikan begitu saja. Hukum di negeri ini hanyalah pajangan belaka, rumusan pasal-pasal yang mati bahkan hanya sekedar menghias bibir pejabat hukum karena kenyataannya hukum di Indonesia sulit ditegakkan secara objektif dan konsisten.

Reference : Sinamo, Nomensen. 2014. Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Jala Permata Aksara

Tinggalkan komentar